Saturday, December 31, 2011

Sebuah Prolog

The last paragraph will be written but a new chapter is sure to follow - a very good good friend that I miss the most
Kursi goyang yang sudah mulai menua itu mengayun pelan. Seorang perempuan duduk di atasnya sambil menyeruput teh kotak favoritnya. Matanya hanya memandang kosong ke depan. Ia lebih melihat memori-memori yang silih berganti di otaknya. Ada yang baik dan ada yang buruk. Semuanya berhujung kepada 1 tujuan yaitu membangun identitasnya. Ia percaya bahwa orang-orang yang ada di dalam kehidupannya bukan suatu kebetulan. Ia tumbuh dalam berinteraksi. Menjadi kaya karena berbagai macam emosi yang keluar dari interaksi itu. Di situ ia pun paham betul mengenai teori relativitas. Semuanya relativ. Mata manusia mempunyai lensa dan otak manusia mempunyai program tersendiri dalam mengamati tindak-tanduk dinamika kehidupan. Tidak adil jika kita mengkalim sekenanya soal baik dan buruk.
Ah...relativitas. Betul-betul teori yang membenarkan segala bentuk kecaman. Namun, itulah manusia. ada banyak komponen dan software yang terekam sehingga membentuk suatu program di kepala manusia yang komplex.
Sambil kembali menyeruput teh kotaknya, ia memindahkan pandangannya sejenak. Masih menatap kosong. Kali ini, program di kepalanya membawanya ke masa-masa yang akan datang. Jadi apa ia nanti? Orang yang penuh dengan hujatan atau pujaan? Orang yang lebih banyak mengundang senyum? atau tangis? Tak bisa ia tebak. Ia hanya tahu 1 hal. Tangan dan kakinya kecil dan masing-masing cuma 2. Tidak banyak hal yang bisa ia kendalikan. Dunia boleh memegang andil dalam kehidupannya namun ia sendiri yang memegang kontrol penuh atas dirinya. Tombol kebahagiaannya ada pada dirinya. Memikirkan itu bibirnya sedikit tersenyum.
Sambil menghabiskan sisa teh kotaknya, ia masuk ke dalam rumah. Dilihatnya seorang anak kecil tertidur pulas terlentang di pelukan seorang laki-laki yang juga tertidur. Televisi masih menyala dipenuhi oleh Tom si kucing dan Jerry si tikus sedang kejar-kejaran di dapur.
Perempuan itu lalu mengecup kening si anak. Diperhatikannya matanya yang tertutup sambil bertanya "kamu akan melihat dunia dengan pandangan seperti apa? Negatifkah? Positifkah?" Kemudian matanya mulai memperhatikan mulut si anak yang setengah terbuka "Akan kau gunakan untuk apa mulutmu ini? Mengeluarkan kutukan atau berkat?" Dengan lembut ia mengelus dada si anak "Akan kuatkah hatimu dan melakukan segalanya dengan tulus? Ataukah dipenuhi kepura-puraan?" Ia kembali mengecup kening si anak dan mengelus kepalanya, "Dunia boleh pegang andil untuk membentuk siapa dirimu nanti" Perempuan itu lalu menggenggam tangan anak itu. Kecil dan lembut. "Tapi ... kamu yang memegang kendali atas dirimu sendiri. Tombol kebahagiaanmu itu ada dalam dirimu dan bukan orang lain. Bijaksanalah, tidak perlu takut dalam bertindak"
Digendongnya anak itu dengan perlahan. Pelukannya erat sehingga ia bisa mendengar detak jantungnya. "bijaksanalah. dunia bisa jadi indah...Jika kau terjatuh masih ada dua orang yang akan tua ini yang selalu siap di sini"
Lalu pintu tertutup. Membiarkan semua doa itu meresap masuk melewati jalan-jalan tak terlihat. Bergelung-gelung di udara dan menembusi batas kulit, daging, dan batas sadar manusia. Bersemayam tanpa kelihatan...





Selamat Tahun Baru
CVB

1 comment: