Wednesday, August 26, 2015

Katakanlah ini sebuah Elegi

Masih bulan Agustus, langit sudah mendung.
Aku menengadah. Begitu kelabu.
Baru saja memasuki tahun baru, tidak lama lagi,akan merayakan natal.
Ha begitu banyak yang terlewat, begitu membosankan.

Rasa kopi makin pahit
hati masih sakit

Tidak ada yang benar kecuali aku sekarang sendiri.
hanya sendiri.

Buku-buku tak terbaca
Video streaming yang kelamaan loading.
makanan yang itu-itu saja.
dan tembok yang makin lama makin menguning

Tidak ada yang baru kecuali aku sekarang sendiri.
Benar-benar sendiri.

diletakannya cangkir kopi yang tak habis. Menarik napas panjang sambil menggulung lengan kemejanya. Jas kerjanya terlampir di tangannya. Ia membayar kopi yang ia minum lalu berjalan keluar meninggalkan tempat itu.  

Pintu kafe berbunyi ketika dia keluar. 
Cangkirnya lalu dibawa pelayan ke dalam, kursi bekas dia duduk dikembalikan di posisi semula. Bekas cangkir kopi di meja dilap begitu saja. 
Tak lama kemudian, pintu kafe berbunyi lagi, orang lain menempati kursi itu. Pelayan yang sama melayani pengunjung baru. Tidak ada lagi bekas-bekas tentang dia di kafe itu. 
Begitu halnya dia di dalam kehidupan seseorang yang lain... yang tidak perlu kita panjang lebarkan di sini. 



CVB

Monday, August 10, 2015

Tiap Tempat Memang Selalu Punya Cerita - Makassar

Tiket sudah di tangan, bahkan boarding pass sudah masuk lewat sms, tinggal tunggu check in bagasi, lalu syuuuuut, terbang dan tiba di Makassar ketemu Gassing. Waktu itu baru pukul 10 pagi WIB. Berangkat dari Malang jam 7 pagi WIB, ready by 6 AM, as a result, I did not sleep at all. Mau tidur nggak bisa-bisa... akhirnya nonton Kpop Star sampai jam 4 subuh. Maybe because it was my first time to travel by plane from MALANG via Juanda airport, jadi agak lebih banyak hal yang dipikirin. Takut macet lah, takut travelnya nggak enaklah, dan seterusnya-seterusnya.
 It turned out to be not bad. Aku udah khawatir supirnya bakalan ngebut-ngebut, aku mabuk, mobil bau, dll. Nope. It was not at all. Mobil penuh barang sih, tapi masih sangat nyaman, dan mungkin karena aku nggak tidur semalaman, alhasil tidur nyenyak.
Pesawatku terjadwal untuk berangkat 13.45 WIB, itu artinya masih ada 3 jam sebelum berangkat. Sengaja aku milih berangkat paling pagi dari Malang; karena takut macet, musim liburan, daaan bisa nge-bucks lagi. Baru 2 bulan tinggal di Malang, but oh My God, begitu masuk Terminal 2 Juanda, berasa orang gunung masuk kota. hahahahaha. Apalagi di gerai Starbucks, percakapannya seperti berikut;
"ko, punya credit card ANZ nggak?" koko-koko dengan rambut dandy bertanya kepada papa-papa muda yang tidak kalah dandy sambil menggendong baby boy yang udah cas cis cus pake bahasa Inggris.
"Nggak ada, kalau pake BCA bisa mas?" si papa-papa dandy bertanya kepada si barista
"Kalau ada yang platinum ko..." jawab si barista kalem
"Oh ada... itu beli gratis semua? atau gimana?" papa-papa muda tadi bertanya lagi
"Satu kartu satu transaksi ko" jawab mas barista
"Pa, papa punya kartu platinum nggak?" si papa-papa muda bertanya kepada engkong pake baju kaos oblong dan celana pendek.
"Ada. Itu kartunya titi juga ada..." pandangannya menuju ke si koko-koko yang tampangnya nggak lebih dari umur anak SMA or freshman in college
#bengong

Sambil mikir, orang kaya punya kartu kredit bejibun dengan fasilitas "prioritas" tetap heboh dengan gratisan. hahahaha.
Ah Surabaya, dandanannya, logatnya, orang-orangnya kok jadi asing ya? Padahal baru 2 bulan ditinggalin. Di Malang, jajanan paling mahal cuma Calais tea saat ini, dengan harga 25000an, nggak ada promo kartu kredit kecuali promo 10 stamps 1 free drink, yang udah sukses aku dapatin dari pembelian Calais Tea di berbagai kota. Orang Malang kebanyakan mahasiswa, jadi nggak terlalu banyak lihat tas Michael Kors di mana-mana, adanya cuma tas-tas lokal yang nggak kalah cantik. Unik. Personal. Di Surabaya, dulu kalau ke Galaxy Mall, hampir semua cewek menjinjing tas yang sama entah asli apa KW paling bagus. Bukan menjelekkan loh ya. Just want to point out these differences. Intinya, aku resmi merasa seperti orang gunung.

Hahahah
Eittss... cerita belum berakhir.
Setelah happy ngendem di Starbucks dan makan Hoka-hoka Bento (FYI, hok ben ada kok di Malang hahaha), aku akhirnya masuk ke ruang tunggu. Waktu menunjukkan pukul 13.25 WIB. Agak harap-harap cemas, karena tadi waktu di Starbucks udah dengar banyak penerbangan delay dan cancel. Kebanyakan Singapura Surabaya. Semuanya gara-gara gunung Raung menyemburkan abu vulkanik lagi. Kejadiannya seminggu sebelum lebaran. Aku awalnya tidak begitu khawatir, toh nggak ada pemberitahuan resmi kalau Juanda ditutup, yang aku dengar Bali dan Lombok yang penerbangannya jadi kacau balau.

But, jeng jeng... 13.45 langsung diumumkan Juanda ditutup sampai pukul 20.00 dan semua penerbangan di cancel.

Sigh...
Again? That's the first question I had in my head.
14 Feb 2014, aku juga terjebak di Juanda gara-gara gunung Kelud. Kali ini gunung Raung. Itulah akibatnya tinggal di daerah yang mempunya ribuan gunung vulkanik. Oh well, surprisingly, aku lebih calm. Mungkin karena udah ada firasat sedikit. Aku kangeeeeeeeeen setengah mati dengan Gassing. Nggak biasanya. Kami disarankan untuk refund atau reschedule. Aku milih reschedule. Bener-bener pengen pulang aku, but as always I have plan B in my head, yaitu... jadi anak Surabaya lagi kalau nggak pulang. UNTUNG ada teman yang baik hati mau menampung pengungsi kesasar ini. Sebelum kita lanjut ke sana, let me tell you about my special encounter yang bikin hari itu berjalan jauh lebih tenang.
Waktu masuk ruang tunggu, I spotted pasangan bule di situ. Waktu diberitahukan oleh petugas bandara soal Juanda ditutup itu pakai bahasa Indonesia logat Jawa, jadinya si bule rasanya nggak gitu clear infonya. Si cewek menatap aku dengan pandangan meminta informasi lebih. I guessed, I had to tell her about the situation then. Si cowok pun datang bergabung dan mendengarkan informasi yang aku sampaikan dengan seksama. Dari aksennya ternyata mereka bukan dari Amerika, somehwere in Europe, sekilas seperti bahasa Belanda, but no.. it was not Dutch. Ternyata mereka mau ke Raja Ampat melalui Makassar. Jadi, kami sepakat untuk berbarengan reschedule. Nama mereka Olivier dan Irina. Pasangan dari Swiss. Untung perusahaan yang aku kerja sangat hopeng dengan Glion (one of the top hospitality schools in the world baby), jadinya bisa ngobrol ngibril sedikit tentang Swiss, sekolah2 hospitality di sana dll.
Antrian di gerai Garuda Indonesia belum terlalu panjang. Mungkin karena kami bergegas setelah dapat pengumuman. Tapi, tetap saja lumayan lama juga menunggu giliran. Setiap orang kira-kira menghabiskan waktu paling kurang 20 menit. Entah apa yang mereka bicarakan. Mungkin ada sesi curhat dulu, marah-marah sedikit, baru mengambil keputusan. Kami bertiga sudah sepakat untuk mengambil waktu penerbangan malam karena menurut tinjauan Tuan Olivier, kalau malam sudah tenang, sudah aman, gunungnya sudah capek katanya kalau malam... hahahaha. Jadilah kita setujut untuk mengambil penerbangan jam 19.00 keesokan harinya. Kita juga sudah omongin kalau Juanda masih ditutup atau kalau Gunung Raungnya masih meraung, si suami istri orang Swiss itu akan ganti haluan ke kawah Ijen dan Bromo (masih aja gunung vulkanik), aku cuma memikirkan Galaxy Mal dan Tunjungan Plaza. Maklum butuh memaksimalkan kesempatan masuk kota.
Selama ngantri, kita jadi ngobrol macam-macam. Cas cis cus pake bahasa Inggris, agak menarik perhatian orang sekitar juga sih. Yang kita obrolin banyak hal. Aku jadi tahu kalau mereka terobsesi sama Indonesia! Sekali lagi OBSESI. Si cowok udah kelima kali ke Indonesia, dan mereka ambil cuti 3 bulan! Udah ke Kalimantan ketemu orang utan, dan emang udah rencanain untuk keliling pulau Jawa soon. Orang Eropa yang negara-negaranya nggak kalah eksotis itu jatuh cinta sama Indonesia. Percakapan kita jadi nyambung ke Toraja, Borobudur, dkk. Tiba-tiba dia nyeletuk kalau di Indonesia ngantrinya rapi ya, nggak kayak di Swiss. Bengong. Aku noleh ke belakang dan takjub sendiri melihat antrian panjaaaaaaaaaaaaaaang tapi rapiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii. Nggak biasanya. Masih trauma dengan kejadian Feb kemaren, yang Juanda terminal 1 udah kayak terminal bus. Mungkin karena ini International airport, dan rata-rata adalah penumpang-penumpang Garuda. Bukan berarti merendahkan, tapi mungkin mereka kagok melihat ada banyak expat juga yang ngantrinya rapi. Dan tentunya dibantu ama petugas bandara yang lebih sigap. Nice one Juanda. Kata si Olivier, kalau di Swiss udah ada kejadian kayak begini, semua orang akan stress, panik, dan byuuur berkerumun di loket, marah-marah.Bengong lagi. Dalam hati aku, kamu nggak tahu aja orang Indonesia aslinya kayak gimana. Ini kebetulan, peristiwanya itu alam yang punya kendali, jadi manusia nggak bisa ngapa-ngapain. Tapi, tetep aja aku bengong. Dia bilang lagi "you are very organized, nice. We usually get stressed when the situation turns out like this. You seem so calm, and handle everything nicely". Makin bengong. Aku kira selama ini orang Eropa itu tertib dan organized, ternyata nggak juga?, and if I may add, orang Amerika jauh lebih tertib kali ya? Soalnya aku jadi patuh sabar ngantri itu gara-gara di'training' waktu di Amerika dulu. Sepanjang apapun, selama apapun, mereka tertib ngantri. Pas aku ngomong begitu, pasangan orang Swiss itu setuju. Mereka juga nambahin kalau yang tertib ngantri juga itu orang UK. Well, itu sih nggak bikin bengong.
Anyway, akhirnya tiba giliran kita. Selama ngantri, aku juga ngobrol-ngobrol dengan orang-orang yang bernasib sama. Jadi, udah punya strategi. Alhasil, urusan kami nggak makan waktu lebih dari 10 menit. Si mbak-mbaknya ketak-ketik, ngeprint. Done. Untunnnggg masih ada 3 seats. Tinggal tunggu besoknya, apa kami bertiga akan sampai di Makassar apa nggak?
Setelah semua beres, Olivier ngomong... "Thank you, because we are on this together, everything went well" "Thank you, same here..." I replied :)
Asli, kehadiran mereka emang bikin situasi lebih fun. Kami bisa bareng-bareng brainstorming, nggak neko-neko, dibantu petugas Garuda yang nggak neko-neko juga. Fiuh. Done! Waktunya leha-leha dan akhirnya bisa curi waktu untuk nikmatin 'luxurious living' di Surabaya lagi hehe.
Karena dadakan, aku terpaksa dikunci di rumah si teman hahaha. Dia masih keluar, cecenya juga ada janji. Jadi, aku sukses istirahat tanpa diganggu. Besoknya, dibawa ke Tunjungan Plaza dan ketemu Big Salenya Zara. Nggak lupa ditraktir Sushi tei sama cece wulan. yeyeyeyyeye..
Ternyata bukan cuma aku yang bernasib begitu, hampir semua crew vistarian lain yang mau mudik juga kena. Kita saling ngupdate di What's app. Making it more meaningful somehow. Soalnya, berasa 'we got this together, and we get trough this together.' Peristiwanya nggak fatal sih, tapi lumayan dredek istilah orang Surabaya. In short, aku bersyukur bisa ketemu orang-orang yang secara nggak sengaja jadi membantu.

Keesokan harinya, aku gambling ke airport. Pokoknya kalau masih aja ditutup, ya udah tiketnya direfund, aku jadi anak surabaya selama sepekan kedepan.
Ketika check in, masih di waiting list? Bener? Nggak salah? Untung ngomongin kalau kemaren itu nggak dibilang kita di waiting list, toh ini gara-gara Juanda ditutup kok. So, akhirnya check in smoothly, masuk ruang tunggu ketemu Olivier dan Irina, dan akhirnyaaaa terbaaaaaaaaaang. Sumpah, hati aku belum tenang sampai pesawat itu mendarat di Hasanuddin Makassar. Finally pukul 21.00 WITA, aku, Olivier, dan Irina tiba di Hasanuddin dengan selamaaaaaatttt, amaaaan, sentosaaaaaa *joget-joget.
Sampai di rumah disambut mesra sama anjing-anjing cakep; Gassing dan Echong tentunya. Bisa hang out dengan teman-teman, makan makanan enak, tidur sampe siang, main piano sampai hati puas, ketemu mambo, daaaaan akhirnya liburan selesai.

Tapi, tenang... cerita belum berakhir sebelum ditutup dengan BANG.

Ada cerita keberangkatan, ada cerita kepulangan.
Tedeng deng deng, salah ingat tanggal. Chendani Vianey Budhi ini harusnya berangkat itu tanggal 21 Juli, bukan 22 Juli. Dasar tolol. Aku mengumpat-ngumpat diri sendiri. Pasalnya, aku udah tiba dengan cantik di airpot saat itu hahaha. I am forever grateful punya papo yang nggak panikan, jadi dengan cool head but beating heart, aku ngurus tiket. Hats off for Garuda, tiketku nggak hangus dan bisa diupgrade! Tambahnya lumayan sih, tapi naik business class karena seat yang tersisa cuma business class (OMG). Namun, setelah dibandingin sama maskapai yang bukan Garuda dan bukan business class, harganya kurang lebih nggak jauh beda,  jadi oke lah. So.... drum roll... Chendani Vianey Budhi pulang ke Surabaya - Malang naik business classnya Garuda... #eaaaaaaaaa. Emang beda ya kalau naik business class. Ngantri di counter khusus, mau ngambil bagasi bisa tunggu di lounge, bagasi turun pertama. That's what we call first class isn't it?Tiket kemaren aku beli dapat tiket promo, jadi kalau diakumulasiin, nggak rugi-rugi amat. Sooooooo.... aku merasa beruntung tapi tetap merasa tolol. hahahahaha
Dan lengkaplah sudah pengalaman pulang pas liburan lebaran kemaren. Tanggal 21 itu ada untungnya aku masih di Makassar, jadi bisa ketemu adek-adek group PAKAR (papa Kami Arsitek, para sepupu yang papanya arsitek semua). Karaokean sampe hati pun ikut sumringah. Senang. Bahagia.
Memang ada harga yang harus dibayar ya untuk sebuah kebahagiaan. Oh well... apapun itu, I am still grateful. Thank God. Ceritanya nggak pernah biasa, heran deh. Tapi, that's the fun part. Nggak bosenin.

Tiap tempat memang selalluuuu punya cerita.

Pelajaran kali ini:
1. Garuda is the best
2. Kalau beli tiket promo dari jauh-jauh hari, jangan lupa doa rosario biar perjalanannya lebih lancar
3. Lihat tanggal keberangkatan sehari sebelum keberangkatan
4. always ready with plan B, biar nggak begitu kecewa dengan worst case.
5. Forever grateful...

Dan mari kita katakan AMEEEEEENNNN

Maaf baru menceritakannya sekarang, harap belum basi. Abis pulang liburan ada meeting ala-ala Misaeng di Malang, jadi harus tertunda sejenak.

Hope you enjoy reading it as much as I enjoy writing it and remembering it again...

#writingistherapeutic



CVB