Tuesday, December 27, 2011

Sebuah Epilog

Tinggal menghitung hari dan tahun 2011 akan tinggal menjadi sejarah. Ibarat sedang membaca buku, kita sekarang berada di akhir chapter yang terakhir, dan berada di awal chapter buku yang baru. Rasa-rasanya seperti sedang berada di puncak gunung dan melihat ke belakang, ke bawah, ke perjalanan yang telah kita lewati. Kadang kita nggak nyangka kita bisa sampai di situ. Kita jadi geleng-geleng kepala ketika mengingat kita tadi baru aja ngeloncatin jurang, menyebrangi sungai, merangkak, jatuh, lalu bangkit lagi. Tahu-tahu kita sudah berada di puncak.
Tentu hampir semua blogger bakal menulis evaluasi tahunan atau resolusi tahun baru, jangankan blogger, anak sekolah hingga pekerja pun rela menyisihkan waktu untuk menuliskan daftar panjang, entah yang disyukuri atau dikutuki, atau harapan-harapan baru. Saya juga termasuk orang-orang yang terdorong untuk melihat kembali chapter-chapter lama yang terlewati di kehidupan saya.
Ini bukan sebuah resolusi atau evaluasi. Ini hanya sebuah epilog dan mungkin sekaligus sebuah prolog untuk chapter yang berikutnya.

Epilog
 
Kami tinggal di sini sudah cukup lama, kira-kira sudah hampir 13 tahun. Dimulai semenjak daun kami masih kecil dan tinggi kami tak lebih dari tembok rumah ini. Sebagai pohon bambu, kami cukup senang bisa tinggal di rumah ini walaupun akar-akar kami lebih banyak dikencingi anjing, tetapi toh kami tumbuh subur sehingga tinggi kami sudah melewati rumah bertingkat dua ini. Ada banyak kisah yang dibawa angin sehingga kami tahu apa yang sedang terjadi di dalam rumah itu. Keluarga ini hanya memiliki seorang putri. Dulu aku ingat ia itu orangnya gempal dan selalu berambut panjang. 4 tahun belakangan ini ia tidak pernah lagi sering kelihatan, kata burung perkutut yang selalu ngapel pagi-pagi mengatakan bahwa si putri itu bersekolah di negeri orang. Di Amerika kalau tidak salah, betul Bumbi?
Iya betul Bim
Ah baiklah. Ngomong-ngomong aku Bimbo, cabang yang paling tinggi dan sudah hampir melewati atap rumah, sedangkan Bumbi temanku itu tepat di bawahku. Dulu panjang kami berdua setara jendela si anak sehingga kami sering melihat gerak-geriknya. Sewaktu anaknya masih di sini, kami biasa suka sebal melihat tindak tanduk si anak. Suka sombong dan tergesa-gesa sehingga kalau tidak salah ada masa-masa di mana ia benar-benar jatuh. Teman-teman satu kelasnya nggak ada yang suka dia. Laki-laki yang sempat dekat dengannya malahan jadian sama sepupunya. Benar-benar kacau, padahal si anak itu penyayang. Terkadang ia berbicara kepada kami, walaupun tentu saja tidak bisa kami jawab begitu saja.
Ya Bim, si anak itu juga manjaa sekali. Apalagi jika sama bapaknya. Masih kekanak-kanakan
Betul Bumbi.
Hanya sekarang ia terlihat lain. Ia bukan lagi cewek gempal yang kita kenal. Kata angin malam bulan Desember tahun lalu, si putri itu turun hampir 12 kg. Bukan hanya penampilannya yang berubah derastis, tapi juga identitasnya sebagai manusia semakin jelas. Ia sudah tidak ragu-ragu lagi. Menurutku, ada pelajaran hidup yang membuatnya menjadi sadar bahwa kekuatannya tidak bisa menguasai waktu dan situasi. Ia sudah lebih banyak berserah. Dulu dia seperti ingin mengendalikan semuanya sehingga tak jarang ia disebut-sebut 'bossy'. Betul kan itu istilahnya Bim?
Yep yep...
Terakhir kami menelihatnya Desember tahun lalu yan Bum?
Yoi Bim, tepat setahun yang lalu.
Ketika itu kami sudah melihat perubahannya. Nampaknya ia lagi jatuh cinta saat itu, terlihat dari wajahnya yang makin berbinar. Kabar yang terakhir kami dengar dari percakapan bapak-ibunya bahwa putrinya itu akan segera wisudah. Sarjana psikologi. Mereka bersiap-siap untuk ke sana menghadiri acara wisudahnya, padahal si ibu itu sakitnya sudah parah sekali. Jarang kami melihat beliau jalan-jalan mengunjungi beranda lagi.
Kalau sekarang, aku pernah mendengar beberapa kali percakapan si anak di telepon jika jendelanya kebetulan terbuka bahwa ia sempat merasa tidak ingin lulus cepat-cepat. Ia menyukai tempat kuliahnya itu. Ia sayang teman-temannya, dan merasa sangat dicintai. Apalagi ketika ia sedang melewati masa-masa sulit di awal tahun ini. Ketika itu, salah satu sahabat terbaiknya mengacuhkan dia, tidak ngomong dengannya hingga berbulan-bulan, dan di saat yang bersamaan jiwanya sedang tercabik antara nggak mau lulus dan harus menyelesaikan studinya. Alasannya karena ia merasa belum siap. Namun, lihat saja sekarang, ia mendapatkan diplomanya dan pernah kulihat ia sedang asyik chatting dengan temannya itu. Ia berhasil bertahan dan belajar dari pengalaman hidup.
Menurutku mimpinya memang ada di sini, apalagi ia berada di rumahnya. Dekat dengan ibunya. Sekarang ibunya sudah bisa tidur malam lagi dan pelan-pelan bisa kudengar suara mereka tertawa-tawa.
Bumbi: Ya menurutku, si anak itu sudah berubah. Bukan lagi anak yang semuanya ingin cepat-cepat selesai. Ia lebih melihat kondisi. Ia tetap menjadi anak yang tidak kenal takut. Walaupun masih sedikit kekanak-kanakan dan manja, kubilang ia termasuk yang bijak. Lebih sering terdengar kata syukur darinya sekarang ini
Bimbo: Setuju Bumbi. Namun, kuharap ia lebih rendah hati lagi daripada sekarang. Sifat arogansinya kadang-kadang masih kelihatan.
Bumbi: Tetapi sudah lebih ia tekan sekarang.

Dan pohon-pohon bambu itu mengayun ke atas dan ke bawah, entah karena angin atau anggukan setuju.






CVB

No comments:

Post a Comment