Monday, December 2, 2013

Cerita awal Bulan Desember

Halo Desember, kamu ternyata mengawali bulan ini dengan hari yg campur aduk, mengetes intuisi.
Tanggal 1 Desember hari Minggu, pagi-pagi aku ke Gereja dengan semangat walaupun terlambat. Pasalnya temanku mengajakku ke sebuah paroki lain. Saya selalu semangat untuk mengeksplor sebanyak mungkin Gereja yang ada di Surabaya :) Dan pilihan saya tidak salah. Gereja itu unik berdiri di antara ruang kelas.
Umat bergelimang di tiap kelas. Kami mengikuti misa melalui layar televisi dengan zoom in zoom out seperti nonton live pidato. Hebatnya, tiap umat walaupun mengikuti misa melalui layar tv, kami tetap berdiri pada saat kami harus berdiri, menjawab setiap jawaban (ex: Tuhan Sertamu "dan sertamu juga"), bahkan memberi hormat ketika para misdinar ingin mendupai kami (perayaan masa adven).Padahal aroma wiruq hanya sebatas layar kaca. 
Bulan Desember itu diawali dengan perasaan unik oleh perayaan unik. Dan itu masih cerita pagi.
Cerita Siang berlanjut ketika dengan tidak sengaja aku mengikuti doa sel inti KTM (Komunitas Tritunggal Mahakudus), yang berarti dihadiri oleh para pelayan sel KTM, wakil pelayan sel, dan semua yg 'petinggi-petinggi'. Saya nyasar di situ karena ruwetnya cerita yg menyangkut soal mobil yg diparkir terhalang tak bisa keluar, waktu mepet, pindah mobil, dan akhirnya terseret ke pertemuan itu. Kapan lagi bisa mengikuti sel inti, padahal status masih dalam masa "probation" hahahaha
Lalu, cerita malam hari pertama bulan Desember menurutku adalah tindakan nekat ala Chendani.
Beberapa minggu lalu, tante Retty di Makassar mengatakan bahwa akan ada undangan pernikahan sepupu mama yg juga sudah almarhum di Surabaya. Saya diminta untuk hadir karena dia termasuk yg terdekat dengan mama. Saya awalnya agak malas, karena tidak ada yg menemani, dan saya tidak begitu kenal dengan mereka. Silsilahnya saja, saya tidak tahu hahahaa.
Tetapi, semakin dekat hari H, semakin kuat saya merasa bahwa saya harus hadir. Alasan pertama, karena kedua belah pihak yg awalnya bersaudara sudah meninggal. Almarhum papa dari penganten wanita adalah sepupu ibu saya yang juga seperti kalian tahu sudah menjadi almahumah. Tetapi, undangan itu dilayangkan kepada papa. Saya juga harus tahu diri, sekarang saya adalah wakil ibu saya mau tidak mau. Jadi, saya nekat pergi ke sana, berharap tidak mati gaya karena pergi sendirian. kalaupun tidak ada yang saya kenal, saya sudah berniat untuk makan sebanyak-banyaknya hehehehe.

Terus terang, saya ketika tiba, hati saya agak riuh. Tempat undangan masih kosong kecuali keluarga mempelai sudah ada, tapi parahanya tidak ada satupun yang saya ingat. Bahkan ibu pengantin perempuan pun saya tidak tahu. Mau perkenalkan diri, tapi tidak tahu pada siapa. Alhasil masuk WC. Sengaja berlama-lama.
Ketika sudah tenang, baru saya keluar dan menyalami keluarga penganten, sambil menebak-nebak apakah mereka mengenali saya atau tidak? Maklum, saya terkenal seperti ciplakan ibu saya. Baiklah, urusan salam menyalam terlewat sederhana tanpa cerita. Masuk ke cerita pencarian tempat duduk.
Dengan trend masa kini, Event organizer yang mengambil alih posisi pengaturan tempat duduk yang dulunya diisi oleh para anggota keluarga. Alhasil, terjadilah percakapan berikut.
EO 1: ........ (diam menunggu sambil memberikan senyum tercantik)
Saya:... (berdiam sejenak menunggu ditanya, tapi karena si EO 1 diam tersenyum), "saya dari keluarga perempuan"
EO1: kartu mejanya ce...(masih tersenyum manis)
Saya: (kagok), saya tidak dapat kartu meja, tp saya dari keluarga perempuan
EO 1 bertemu EO2
saya disambut EO 3
EO 3: Kartu meja ce
EO4: teman kuliah ya?
Saya: bukan, saya dari keluarga perempuan dari Makassar. Di kartu souvenir cuma ada nama ayah saya
EO2 membaca peta meja rumit dengan nomor-nomor
EO2: meja 42 saja ya...
Saya: manggut-manggut
Sesampainya di sana, saya duduk dengan 2 orang lain yg saya tidak kenal tp mereka jelas keluarga perempuan.
Saya menunggu dan menunggu...
Selang beberapa waktu, meja mulai diisi. Kursi di samping saya ditarik ke belakang. Begitu saya menoleh, betapa bahagianya saya, orang yang menarik kursi itu adalah orang yang saya kenal baik :)
(Adegan wajah saya, tersenyum sumringah. Adegan hati saya berteriak gegap gempita, seperti meloloskan bola salju yang menggumpal... hahaha) 
Kursi itu ditarik oleh istri sepupu mama saya yang lain. Mantu dari saudara perempuan kakek saya.saya cukup akrab dengan beliau, Angkim Nirma, angkim favorit saya dengan gaya yang keren (ppsst; dia orang Bugis asli).  :) Lega... dan akhirnya wajah-wajah familier semakin bermunculan. Ketemu dengan Ai Shennie (yang ternyata saudara dengan papa si pengantin perempuan), yang bertahun-tahun cuma kenal lewat cerita mama, dan baru ketemu muka ketika dia datang melayat mama Januari lalu. Dan betapa ajaibnya, saudara ai Shennie yang tidak pernah saya temui (atau seingat saya begitu) mengenali saya dan memperkenalkan saya ke anak-anaknya lengkap dengan informasi di mana saya bersekolah.
Luar biasa sekali jaringan keluarga ini. Entah memakai sinyal apa.
Hahaha.
Pesta pernikahan tersebut sangat mengingatkan saya akan mama. Pasalnya, sudah lama mama tidak bisa pergi ke pesta-pesta seperti itu sewaktu mama hidup, sayalah yang selalu menjadi matanya. Saya selalu meng-update dengan sms. Siapa yang datang, si angkim ini pake baju apa, atau makanannya apa-apa saja. Semua saya lapor secara terperinci dan mama selalu bilang, dia seperti sedang ada di pesta :')
Saya merasa sangat bersyukur bahwa saya pergi ke pesta itu. Merasa sperti "sudah ditakdirkan"
Saya ingat, ai Shennie memandang saya lama, dan berkata "jangan sampai karena mamamu sudah tidak ada kau tidak cari-cari kita lagi :)" saya menjawabnya dengan janji akan selalu keep in touch.
 Ah Bulan Desember, hari pertama saja, saya sudah mengalami kejadian-kejadian yang menurutku bukan kebetulan.
yang pasti, Bulan Desember saya awali dengan mengikuti intuisi, dan intuisi saya mengatakan mengenai "bulan yang baik"
Tahun yang baik...
ya... "semua akan baik-baik saja"

CVB

No comments:

Post a Comment