Tuesday, May 1, 2012

Persepsi pribadi mengenai Persepsi

P... E... R... S... E... P... S... I...
Sebuah teori yang membedakan menjadi orang jahat atau baik. Hanya karena sebuah persepsi nasib kita bisa berubah, hubungan kita bisa berubah, dan kesuksesan kita bisa terpengaruh. 
Hanya karena sebuah teori tentang sudut pandang... manusia itu menjadi mekanisme paling ruwet. Kompleks. Dan ini kadang  menjadi sangat menyebalkan. Hanya karena sebuah persepsi, orang bisa menjadi uring-uringan, dan gosip tersebar luas. Hanya karena persepsi aku dibuat pusing kelabakan.
In the end Persepsi itu adalah penghakiman, dan otak manusia sendiri yang menjadi hakim-hakimnya.

Pikiran tentang Persepsi ini sudah seperti hantu yang mengejar-ngejar dalam benakku. Sudah dari berminggu-minggu lalu, Persepsi datang mengetuk meminta untuk ditelaah. Tercetus oleh beberapa kesadaran, contoh hidup, dan juga 'pengajaran' tadi, saya merasa tidak ada alasan lagi untuk menunda-nunda.

Sebenarnya Persepsi itu tidak salah, dan tidak kalah penting dalam komponen ke'manusia;-an kita. Sederajat dengan perasaan dan intuisi. Hanya sering kita menyalahgunakan persepsi yang mengakibatkan -konflik-! Baik dengan orang sekitar maupun pribadi sendiri.
Persepsi itu adalah pandangan. Ide. Opini. Pendapat. 
Menurut dunia psikologi Persepsi itu "adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia. Persepsi merupakan keadaan integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam diri individu, pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu akan ikut aktif berpengaruh dalam proses persepsi."  
Tanpa persepsi, kita bukan manusia yang mempnyai akal dan perasaan. Tanpa akal, kita sama saja seperti robot bermesin. Namun, orang yang menyalah gunakan persepsi adalah orang yang sama saja dengan mesin yang dikontrol jarak jauh oleh controller. Lingkungan yang memegang kendali diri kita, bukan kita sendiri.

Orang bebas berpersepsi. Ini jelas tidak bisa diganggu gugat yang boleh diganggu gugat adalah pikiran soal benar tidaknya. Berpikir soal benar tidaknya persepsi orang lain itu sama saja dengan menghakimi. Saya berpikir, di dunia ini yang dinamakan kebenaran adalah cipataan manusia semata (tentunya untuk hal-hal tertentu), society, lingkungan, tradisi, kepercayaan, dan lain sebagainya. Kebenaran mutlak hanya dipunya oleh Tuhan. 1+1 bisa jadi 3 kalau orang yang pertama kali menciptakan rumusan Matematika menyatakan demikian. Namun dengan segala kebijakan, keuletan, dan bukti-bukti yang terkumpul, maka ia menyatakan bahwa 1+1 = 2. 
Tidak jauh bedanya dengan kita yang selalu mengambil kesimpulan secara cepat. Apalagi manusia-manusia berkultur Kolektif seperti kita. Hidup dan berkembang dari society. Apa yang dipikir oleh orang itu menjadi patokan sikap kita, apa yang dituntut orang lain menjadi tuntutan pribadi kita, dan sebagainya. Semua itu telah terprogram selayaknya persepsi tercipta.


Menurut dunia psikologi, ada dua faktor yang menciptakan persepsi. Faktor internal dan external. Internal sudah tentu dimulai dari fisiologis; alat indera, karena kapasitas alat indera yang berbeda-beda tiap individu, maka beda jugalah interpretasi masing-masing orang. Perhatian, minat, dan kebutuhan searah seperti tiga serangkai yang memegang hakikat penuh untuk memutuskan persepsi apa yang kita akan pikirkan. Lalu, selanjtnya pengalaman dan ingatan kurang lebih berperan sekitar 95% dalam pemicu penciptaan persepsi.
Pernahkah Anda mendengar atau mengalami situasi yang seperti berikut? Orang-orang pada berkata kalau cowok nggak bakal mau kalau ditembak duluan. Pas kita tanya "kenapa?"   mereka akan menjawab "biasanya kan begitu" (bewildered!!) 
Terakhir, suasana hati juga berpengaruh dalam pembentukan persepsi. Kekalutan dan yang sekarang sudah menjadi 'sesuatu' banget - GALAU... berperan penuh dalam berpersepsi. Ayoo.. ayoo yang pernah jatuh cinta, mari korek lagi pengalaman pribadi masing-masing... hehehe. Mau sms, berpikir... "ah nanti dia lagi nggak bisa bales karena nggak tertarik ama saya" mau nembak "ah...dia kayaknya nggak suka ama saya" padahal oh padahal... What you see is not what they think or feel. 


Sikap itu hanya gambaran luar.Kita tidak bisa lansung men-judge tentang situasi orang tersebut. Manusia mempunyai pengalaman, perasaan, dan pikiran-pikiran yang kita tidak bisa tahu. Ingin "melihat" pemikiran, pergolakan dalam hati, kejadian yang baru seseorang alami, perasaan, sifat-sifat itu sama saja dengan menebak-nebak golongan darahnya apa, atau gimana cara kerja lambung pada saat sedang menerima makanan atau memantau cara kerja glomerulus dalam ginjal. Kita nggak bisa lihat lansung kapan dia beraugmentasi, kapan dia menyerap, dan tahu-tahu... voila, jadilah tinja atau air seni.Oleh karena itu, tidak adil jika kita lansung ingin menciptakan sebuah "persepsi" masterpiece tentang sesuatu tanpa mengingat situasi... dan segala sesuatu yang sudah tersebutkan di atas mengenai orang tersebut. 

Untuk itu, manusia seharusnya menyisihkan sepersekian detik untuk diam
Diam.
Hening. 
Pikiran yang hening.
Biar dengan begitu... otak kita mempunyai kesempatan untuk mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa orang lain juga mempunyai kehidupan sendiri. Mereka mempunyai cerita, mereka mempunyai label, mereka mempunyai cara berpikir yang unik-unik, mereka mempunyai masa lalu, mereka mempunyai horsecope atau segala kepercayaan yang membangun pribadi mereka masing-masing. 
Sama saja dengan dirimu berikut cerita dan kepribadianmu. 
 
Tidak perlu takut untuk berpersepsi. Melawan untuk berpersepsi sama saja melawan kodrat alam. Ada baiknya dalam berpersepsi, kita melakukannya secara lebih bijaksana. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mengkomunikasikan persepsi kita tanpa harus mengeluarkannya mentah-mentah. Berperilaku, tindakan, dan niat sekalipun adalah bentuk mengkomunikasikan persepsi.  


Ada satu yang perlu diingat,
manusia itu lemah namun cerdas
otak kita cerdas namun dia tidak mempunyai hubungan lansung dengan hati
maka dari itu... sering-seringlah menjadi jembatan antara hati dan otakmu




  
 
CVB

No comments:

Post a Comment