Wanita itu termenung memandangi jendela yang berembun. Rambutnya yang panjang melulanglai lemas di sela-sela jarinya. Ia memainkan rambutnya sambil memandang sisa-sisa salju yang ada di parkiran depan apartmentnya. Pagi itu matahari tak kelihatan...
The sun don't shine, my valentine is far across the ocean
My bed feels cold, my love's untold and I can't find the potion
The birds don't sing, it's almost spring but blizzards rage inside me
I hibernate and hide away till the sun comes out to find me - March, April, May by Wouter Hamel
Melewati samudra, benua, dan zona waktu seorang pria di waktu yang sama sedang memandangi hujan di tengah malam melalui jendelanya. Pikirannya yang tadinya kosong dirasuki derasnya hujan, mengalihakan perhatianya. Sepenuhnya hanya kepada suara derasnya hujan. Ia memandangi guyuran hujan pada malam itu. Malam itu berjalan muram...
February
Rambutnya yang panjang telah dicepol seadanya dan mantel berbulunya sudah diganti dengan gaun-gaun lace putih yang memperlihatkan kakinya yang jenjang. Ia berjalan pelan menyentuh setiap bunga-bunga yang ia lewati. Hatinya senang, namun sekaligus sedih karena ini musim semi terakhirnya. Ia akan berada jauh dari negeri bersalju dan cold sandwich.
Cuz March April May, will wash away the gray
June and July, will make you soar up in the sky
March April May, will make you sing and sway
June and July, let's give love a try - March, April, May by Wouter Hamel
March
Pria itu memandang sekelilingnya. Ia merasa asing. Tak ada satu pun yang ia kenal.
Wanita itu memandang sekelilingnya. Ia hanya mengenali teman-teman yang sama-sama dengannya.
Mereka sama-sama tidak bisa berbalik dan pergi dari ruangan itu. Acara sebentar lagi dimulai. Tidak ada yang bisa mereka lakukan kecuali mengikutinya. Mereka pun tak tahu bahwa mereka berada dalam ruang dan waktu yang sama. Waktu dan ruang belum menyetujui mereka untuk bertemu, walaupun mereka ada di sana.
I can't return, my bridges burned and sabotaged behind me
I've tried so hard, played all my cards, but fortune just can't find me
When stars align, we'll intertwine, but winterdays have tried me
I hibernate and hide away, till the sun comes out to find me - March, April, May by Wouter Hamel
April
Waktu dan ruang sudah menyetujui mereka untuk bertemu. Perempuan yang dulunya melihat salju kini melihatnya... Pria yang dulunya memandangi hujan yang muram kini berhadapan dengan si perempuan. Mereka berhadapan. Tepat di depan mata masing-masing.
May
Tidak ada lagi salju dingin, tidak ada lagi hujan yang muram. Bunga-bunga kini mewangi, dan matahari semakin rajin muncul. Membuat segala-galanya menjadi cerah. Waktu dan ruang telah menyetujui kini mereka yang memegang kendali. Segala indra menyadari kehadiran masing-masing. Tinggal hati berketuk seirama ataukah tidak...
Cuz March April May, will wash away the gray
June and July, will make you soar up in the sky
March April May, will make you sing and sway
June and July, let's give love a try
March April May, will wash away the gray
June and July, will make you soar up in the sky
March April May, will make you sing and sway
June and July, let's give love a try
Oktober 2011 tanggal 3, saya melakukan perjalanan pulang. Perjalanan yang tidak mudah sama sekali. Diikuti oleh 3 sampai 5 bulan pertama yang penuh pergumulan. Mirip dengan ibu-ibu hamil, 3 bulan pertama adalah masa tersulit, dan mereka akan merayakan masuknya bulan ke-7 masa kandungan di mana mereka telah melewati masa tersulit dan tinggal menanti kelahiran sang buah hati :)
Saya tentunya bukan ibu-ibu hamil, saya hanya menyamakan diri dan situasi saya dengan para ibu-ibu hamil itu. Masuk bulan ke-7. Segalanya menjadi lebih teratur. Merayakan ulang tahun yang ke-23, merasakan kehadiran teman-teman yang benar-benar mulai peduli, membaur dan melebur dalam suatu komunitas, dan yang paling penting mulai merasakan tempat di dalam Gereja di sini.
Masih...
Saya masih banyak pertanyaan, dan masih harus memilih. Masih bergumul. Masih merasa insecure. Hanya saja, saya sudah tahu di mana kaki berpijak. Dan ingin melangkah lebih lanjut. Kata seorang yang saya temui, melalui kesaksian hidupnya yang membawanya ke noble goal setelah melakukan perjalanan selama 30 tahun, kami menyimpulkan (benar-benar menyimpulkan) bahwa kami semua dipersiapkan. Tidak ada yang kebetulan. Dan, saya merasa demikian. Detour yang saya lakukan ini, membuat puzzle-puzzle itu mulai terhubung.
Banyak kesempatan yang pada akhirnya saya dapatkan (ini akan saya post terpisah, jika benar-benar terealisasikan - in process). Saya juga banyak menemui orang, dan merasakan belajar banyak. Apalagi hal persepsi. Sepertinya itu menjadi tema pembelajaran selama akhir bulan April dan Mei.
Kali ini, saya memasuki pelajaran Penyerahan. Manusia itu sombong. Mereka hobi memikirkan kalau kekuaan mereka itu luar biasa, sampai lupa arti rahasia mencapai impian. Salah satu langkah awal yang paling penting setelah bermimpi adalah... p.e.n.y.e.r.a.h.a.n.
Menyerahkannya secara terbungkus rapi kepada Ia ... sang pemilik pabrik mimpi.
Selama 7 bulan ini, saya mengenali kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan saya dengan lebih akrab. Mulai membaur dengan ritme ketukan jiwa saya yang sebentar-sebentar upbeat... dan sebentar-sebentar mellow. Selama 7 bulan ini saya sadar bahwa keluarga saya adalah orang-orang yang akan menerima saya apa adanya...Selama 7 bulan ini saya menemui cukup banyak hal asing yang membuat saya makin kaya. Selama 7 bulan ini saya melebur satu dalam komunitas.
Dalam 7 bulan saya telah menemukan tempat, dan mulai merajut benang yang satu dengan benang yang lain membuatnya menjadi satu kesatuan. Menjadi pakaian yang akhirnya akan saya pakai.
Sebuah tujuan akhir.
Terima kasih buat semuanya.
Terima kasih buat teman-teman di Amerika Serikat yang sudah pernah menerima saya...
Terima kasih buat teman-teman di Indonesia :) Terima kasih menerima saya kembali...
Rumah bukan sekedar gedung bertingkat atau tumpukan papan beratapkan seng bebas. Ia lebih daripada itu. Sebuah ruang dan tempat di mana segala kejadian menjadikannya indah. Rumah bukan sekedar penggabungan semen, dinding, lantai marmer, dengan chandelier kristal dari jaman Medieval. Rumah berarti lebih luas. Dan lebih dalam daripada itu.
Sebuah rumah lengkap bukan hanya karena ia berpintu dan berjendela, melainkan lengkap karena sebuah kesatuan yang utuh tanpa bercela. Rumah itu... aku, kamu, ia, dan mereka... kita adalah rumah.
Rumah adalah keluarga, komunitas, tempat menggila, tempat bebas, dan 'berkas' bukti sejarah hidup.
Kusebut kita rumah karena aku bertemu aku, kamu, ia, dan mereka. Aku bertemu kita
Aku bertemu dengan diriku sendiri. Mengamati segala seluk beluk sisi ruang dalam jiwa terdalam. Yang gelap maupun terang, yang lapang maupun sempit. Mengenali segala bentuk dan 'renovasi' yang terjadi. Mengahadapi segala 'kerusakan' dan melakukan 'perbaikan'
Di dalam rumah, aku bertemu kamu-kamu yang menerima aku apa adanya. Yang mengetahui aku dari sudut sebesar 360 derajat. Menyeluruh. Seperti keset kaki yang bertahun-tahun di depan pintu. Menunggu dengan setianya, tak peduli apa yang akan kubawa di bawah sol sepatuku. Sisa permen karet, atau tanah becek.
Di dalam rumah, aku bertemu ia yang menyentuhku di depan 'pagar-pagar' rumahku. Bagai semak liar yang merambat masuk. Ia yang asing yang ingin berkunjung, membuat rumahku semakin indah dan kaya dengan duri-durinya maupun keindahannya.
Di dalam rumah, aku bertemu mereka yang kusebut komunitas. Bagai burung-burung yang hinggap menumpang makan di halaman. Membuat rumahku terasa hidup dan ramai.
Di rumah itu... aku bertemu kita.
Kesatuan utuh yang tak berbatas dan bercela. Walaupun komplit dengan segala keterbatasannya.
Justru itu yang kusebut rumah.
Sebuah rumah dalam artian yang jauh dari sekedar gedung bertingkat yang terlihat megah.
Sebuah rumah yang membuatku berkata "aku sudah pulang"
Aku percaya bahwa ruang dan waktu selalu bekerja sama untuk menyetujui setiap hal yang lewat di antaranya. JIKA hanya JIKA, setiap kejadian itu memang dicanangkan untuk terjadi. Ketika segala bunyi menjadi bunyi dan ketika segala cahaya menjadi cahaya. Matahari akan selalu ada dan bersinar, membara dengan panasnya. Namun ketika bumi berputar pada porosnya, satu bagian akan menjadi malam dan bagian lainnya akan menjadi siang. Butuh kerja sama khusus antara waktu dan ruang untuk segalanya menjadi ada.
Tak terkecuali keberadaanku dan keberadaanmu. Apakah waktu dan ruang menyetujuinya?
Tidak... kurasa belum ada 'persetujuan' sepakat. Kau datang pada saat yang keliru dan aku merasa belum ada kata sepakat dengan hati untuk menyambut kehadiranmu. Entah siapa yang harusnya disalahkan...
Walaupun mungkin saja tidak ada yang harus menanggung salah, hatiku tergerak untuk berkata "maaf..."
Biarkan aku tetap menjadi orang yang menghadap
ke depan. Berjalan ke depan walaupun aku terkenal lamban... namun
langkahku pasti dan cangkangku kuat
CVB
P... E... R... S... E... P... S... I... Sebuah teori yang membedakan menjadi orang jahat atau baik. Hanya karena sebuah persepsi nasib kita bisa berubah, hubungan kita bisa berubah, dan kesuksesan kita bisa terpengaruh. Hanya karena sebuah teori tentang sudut pandang... manusia itu menjadi mekanisme paling ruwet. Kompleks. Dan ini kadang menjadi sangat menyebalkan. Hanya karena sebuah persepsi, orang bisa menjadi uring-uringan, dan gosip tersebar luas. Hanya karena persepsi aku dibuat pusing kelabakan. In the end Persepsi itu adalah penghakiman, dan otak manusia sendiri yang menjadi hakim-hakimnya.
Pikiran tentang Persepsi ini sudah seperti hantu yang mengejar-ngejar dalam benakku. Sudah dari berminggu-minggu lalu, Persepsi datang mengetuk meminta untuk ditelaah. Tercetus oleh beberapa kesadaran, contoh hidup, dan juga 'pengajaran' tadi, saya merasa tidak ada alasan lagi untuk menunda-nunda.
Sebenarnya Persepsi itu tidak salah, dan tidak kalah penting dalam komponen ke'manusia;-an kita. Sederajat dengan perasaan dan intuisi. Hanya sering kita menyalahgunakan persepsi yang mengakibatkan -konflik-! Baik dengan orang sekitar maupun pribadi sendiri. Persepsi itu adalah pandangan. Ide. Opini. Pendapat. Menurut dunia psikologi Persepsi itu "adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau
informasi kedalam otak manusia. Persepsi merupakan keadaan integrated
dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam
diri individu, pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu akan
ikut aktif berpengaruh dalam proses persepsi." Tanpa persepsi, kita bukan manusia yang mempnyai akal dan perasaan. Tanpa akal, kita sama saja seperti robot bermesin. Namun, orang yang menyalah gunakan persepsi adalah orang yang sama saja dengan mesin yang dikontrol jarak jauh oleh controller. Lingkungan yang memegang kendali diri kita, bukan kita sendiri.
Orang bebas berpersepsi. Ini jelas tidak bisa diganggu gugat yang boleh diganggu gugat adalah pikiran soal benar tidaknya. Berpikir soal benar tidaknya persepsi orang lain itu sama saja dengan menghakimi. Saya berpikir, di dunia ini yang dinamakan kebenaran adalah cipataan manusia semata (tentunya untuk hal-hal tertentu), society, lingkungan, tradisi, kepercayaan, dan lain sebagainya. Kebenaran mutlak hanya dipunya oleh Tuhan. 1+1 bisa jadi 3 kalau orang yang pertama kali menciptakan rumusan Matematika menyatakan demikian. Namun dengan segala kebijakan, keuletan, dan bukti-bukti yang terkumpul, maka ia menyatakan bahwa 1+1 = 2. Tidak jauh bedanya dengan kita yang selalu mengambil kesimpulan secara cepat. Apalagi manusia-manusia berkultur Kolektif seperti kita. Hidup dan berkembang dari society. Apa yang dipikir oleh orang itu menjadi patokan sikap kita, apa yang dituntut orang lain menjadi tuntutan pribadi kita, dan sebagainya. Semua itu telah terprogram selayaknya persepsi tercipta.
Menurut dunia psikologi, ada dua faktor yang menciptakan persepsi. Faktor internal dan external. Internal sudah tentu dimulai dari fisiologis; alat indera, karena kapasitas alat indera yang berbeda-beda tiap individu, maka beda jugalah interpretasi masing-masing orang. Perhatian, minat, dan kebutuhan searah seperti tiga serangkai yang memegang hakikat penuh untuk memutuskan persepsi apa yang kita akan pikirkan. Lalu, selanjtnya pengalaman dan ingatan kurang lebih berperan sekitar 95% dalam pemicu penciptaan persepsi. Pernahkah Anda mendengar atau mengalami situasi yang seperti berikut? Orang-orang pada berkata kalau cowok nggak bakal mau kalau ditembak duluan. Pas kita tanya "kenapa?" mereka akan menjawab "biasanya kan begitu" (bewildered!!) Terakhir, suasana hati juga berpengaruh dalam pembentukan persepsi. Kekalutan dan yang sekarang sudah menjadi 'sesuatu' banget - GALAU... berperan penuh dalam berpersepsi. Ayoo.. ayoo yang pernah jatuh cinta, mari korek lagi pengalaman pribadi masing-masing... hehehe. Mau sms, berpikir... "ah nanti dia lagi nggak bisa bales karena nggak tertarik ama saya" mau nembak "ah...dia kayaknya nggak suka ama saya" padahal oh padahal... What you see is not what they think or feel.
Sikap itu hanya gambaran luar.Kita tidak bisa lansung men-judge tentang situasi orang tersebut. Manusia mempunyai pengalaman, perasaan, dan pikiran-pikiran yang kita tidak bisa tahu. Ingin "melihat" pemikiran, pergolakan dalam hati, kejadian yang baru seseorang alami, perasaan, sifat-sifat itu sama saja dengan menebak-nebak golongan darahnya apa, atau gimana cara kerja lambung pada saat sedang menerima makanan atau memantau cara kerja glomerulus dalam ginjal. Kita nggak bisa lihat lansung kapan dia beraugmentasi, kapan dia menyerap, dan tahu-tahu... voila, jadilah tinja atau air seni.Oleh karena itu, tidak adil jika kita lansung ingin menciptakan sebuah "persepsi" masterpiece tentang sesuatu tanpa mengingat situasi... dan segala sesuatu yang sudah tersebutkan di atas mengenai orang tersebut.
Untuk itu, manusia seharusnya menyisihkan sepersekian detik untuk diam. Diam. Hening. Pikiran yang hening. Biar dengan begitu... otak kita mempunyai kesempatan untuk mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa orang lain juga mempunyai kehidupan sendiri. Mereka mempunyai cerita, mereka mempunyai label, mereka mempunyai cara berpikir yang unik-unik, mereka mempunyai masa lalu, mereka mempunyai horsecope atau segala kepercayaan yang membangun pribadi mereka masing-masing. Sama saja dengan dirimu berikut cerita dan kepribadianmu. Tidak perlu takut untuk berpersepsi. Melawan untuk berpersepsi sama saja melawan kodrat alam. Ada baiknya dalam berpersepsi, kita melakukannya secara lebih bijaksana. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mengkomunikasikan persepsi kita tanpa harus mengeluarkannya mentah-mentah. Berperilaku, tindakan, dan niat sekalipun adalah bentuk mengkomunikasikan persepsi.
Ada satu yang perlu diingat, manusia itu lemah namun cerdas otak kita cerdas namun dia tidak mempunyai hubungan lansung dengan hati maka dari itu... sering-seringlah menjadi jembatan antara hati dan otakmu