Thursday, May 29, 2014

29 Mei 2014

Bolehkah aku mengulangnya lagi?
"Tidak ada yang kebetulan. Bahkan, setiap orang yang kita temui hari ini, setiap makanan yang kita makan, bahkan setiap cerita yang kita dengar hari ini bukan sebuah kebetulan"

Selamat hari Kenaikan Isa Almasih... :)
Rencana hari ini ternyata direstui sama Dia.
Bangun pagi walaupun agak berat meninggalkan kasur (mumpung hari libur), tapi toh akhirnya bangun dan dijemput Cath-cath untuk misa Kenaikan di Redemptor Mundi, sebuah paroki di daerah Surabaya Barat. Kesempatan ini lumayan menarik karena nge-kos di wilayah Timur, jadinya cuma bisa pergi ke Gereja-gereja sekitar sini saja. Kebetulan kita berdua (aku dan Cath-cath) lagi ngidam makan Brunch, so we appointed Libby brownies for our destination after mass. Mungkin motivasinya rada nge-blur akibat brunch itu, but anyway, Redemptor Mundi is one 'hot' church. At least in my opinion...
Begitu masuk gerbang, Gereja itu berdiri dengan kemegahan sendiri. Dia nggak berbentuk Gereja peninggalan Belanda, tapi, ketahuan kalau Gereja itu dibangun oleh tangan orang Indonesia. Atapnya sedikit meningatkan dengan rumah-rumah Joglo, walaupun tidak persis sama. Kita melewati pintu Barat, dan dari situ sudah terlihat altar dengan salibnya yang luar biasa besar. Yang bikin menarik adalah dinding yang melatarbelakangi salib corpus itu. Batu bata oranye dengan salib dari bahan kayu dengan ukuran raksasa. Dari pintu Utara atau pintu utama bahkan lebih "wah" lagi. Warna oranye batu batanya yang menyatakan bahwa Gereja ini "Indonesia banget." Agak terasa sedikit nuansa Bali di tanah Jawa.
Misa jam 10 itu misa Bahasa Inggris. Sekalian nostalgia sedikit.
Setelah besar begini baru sadar bahwa ada banyak hal yang bisa "menyentuh" saat menghadiri misa. Dari koor, arak-arakan pastor, atau homili. Hari ini, homilinya sedikit menyentil mengenai "fear"
Pasturnya benar dugaanku adalah seorang dari Filipina dengan aksennya yang super khas. Aku pribadi suka dengan aksen mereka :)
Beliau menceritakan tentang pengalamannya bertemu seorang wanita tua yang duduk di kursi roda pada saat penerbangannya ke Taiwan. Wanita tua tersebut bisa langsung menebak bahwa pastor ini berasal dari Filipina, dia langsung diajak ngobrol dalam bahasa tagalog. Kelihatannya, wanita tua ini butuh teman untuk ngobrol, tetapi si pastor terpaksa meninggalkan wanita tua itu karena dia "takut", dia "khawatir" nanti dia ketinggalan pesawat. Padahal, pesawatnya baru 8 jam lagi. Dia takut karena dia di tanah asing, dan ini penerbangan internasional, dan dia belum pernah berada di Taiwan airport, jadinya dia butuh secure diri dengan cara tanya ke informasi. Sayangnya, ketika dia meninggalkan wanita itu untuk bertanya di informasi, dia tidak bisa kembali ke wanita itu setelahnya. Karena, dia sudah cek in. Kejadian itu meninggalkan penyesalan. Dia menyesal lebih ikuti ketakutannya, padahal dia bisa saja menemani wanita tua itu ngobrol, karena dia mengerti bahwa orang tua yang sudah tidak bekerja biasanya senang mengobrol. Lalu, si pastor mengerti bahwa tidak ada yang kebetulan. Dia ditakdirkan untuk bertemu dengan wanita itu untuk menyadari bahwa kekhawatiran itu tidak akan membawanya ke mana.
Cukup berkesan untuk misa pertama di Redemptor Mundi.

Lebih berkesannya lagi ketika makan di Libby Brownies seperti yang sudah direncanakan. Makanannya mendapatkan "Oke", not that great, but not that bad. Eventually, I enjoyed my time more because of the companion. :)
Hari ini, aku kenalan dengan satu orang baru, dan mendengar ceritanya.
Bukan sebuah kebetulan kalau yang aku temui itu orang perhotelan.
Bukan sebuah kebetulan kalau dia cerita soal pengalamannya yang luar biasa dengan kerja hampir 2 tahun di salah satu hotel di Bali.
Bukan sebuah kebetulan kalau konsep kerjanya di hotel dulu itu "bekerja dengan hati"
Bukan sebuah kebetulan kalau GM di hotelnya dulu itu lulusan Swiss
Bukan sebuah kebetulan kalau dia cerita dia marah-marah ketika dia kerja di Surabaya yang notabene manajemennya nggak serapih di Bali.
Bukan sebuah kebetulan kalau aku merasa... ceritanya dia jadi pelajaran buat aku.
Bukan sebuah kebetulan kalau dia share soal bagaimana dia dididik sama atasannya yang dulu.

Sebelumnya, mari saya jelaskan sedikit...
Saya suka kerjaan saya yang sekarang, tapi performance saya bukan yang terbaik. Entah beruntung atau tidak, saya merasa saya tidak mendapatkan teguran keras dari orang-orang, namun...kesadaran saya sendiri yang sepertinya menjadi cambuk buat saya.

Dengar cerita si teman tadi, aku merasa seperti dapat cambukan baru yang melecut pedas tapi membuatku siap lari seperti kuda yang habis dilecut.
Pernah sekali, si teman cerita kalau dia pernah kena tegur keras dari GMnya mengenai performanya yang tidak memuaskan. si GM cuma bilang begini...
"I give you 4 days off. Jangan gunakan 4 hari itu untuk introspeksi. Yang kamu harus lakukan adalah ketika kamu libur dan tidak bekerja bertanya pada dirimu sendiri, apa kamu rindu sama segala sesuatu yang ada di hotel ini atau tidak. Kalau tidak, you can come here pack your things and go back home, itu berarti tempatmu bukan di sini. Tapi, kalau kamu rindu tentang segala sesuatu mengenai hotel ini, berarti cari your missing point. Apa yang membuat kamu jadi "hilang", cari dan temukan"
That is exactly what I have been doing these days. I have been trying to find the missing piece. I realized that I was not in the office even though I was there. Aku udah beberapa kali di-evaluasi dan entah beruntung atau tidak, para supervisor ku itu masih berbicara dengan halus. I should have said that I am lucky, maybe I am... but luck can stop in a minute, otherwise, I admit it and find the way out quickly. I hope it's not too late. It's been 8 months, and I might enjoy it too much; but, I haven't worked my butt off. Adaptation is enough. It's time to get real. Sudah berhari-hari ada sebuah kesadaran yang cukup menganggu, kalau saya belum serius. Belum punya goal. Masih meraba-raba, dan terlena. Ini tidak bisa jadi excuse. it's time to stay in focus while I have time. Karena beruntung atau tidak, saya masih belum dilepas.

Boleh kau katakan, ini sebuah pengakuan. Dan memang ini adalah sebuah pengakuan tentang apa yang sedang menari-nari di kepalaku sepanjang akhir bulan Mei ini. I am facing a challenge, but still looking at it without doing any extra effort to solve it.

My good good friend once said to me when we graduated from college, that we actually entered the university of life. Kita akan terus belajar. Bahkan, ini tingkat yang lebih advance daripada sebelumnya. Dia benar. Working life is actually not a monotone one if we are moving to its dynamic. Beradaptasi di semua challenge. I know quiet well that I am not educated to be a quitter. Nevertheless, I usually took too much time to realize and make a move.
Tapi, apapun yang sudah terjadi bukan sebuah kebetulan.

Itu saja...

Thanks for today...
29 Mei 2014

CVB

1 comment: