Palembang, kota yang paling banyak etnis Melayunya di antara kota-kota Sumatera lain. Dari segi dialek, ketika mereka ngomong sama sesama orang Palembang, persis seperti otang Melayu lagi omong di Malaysia.
Dari segi kota, Palembang sedikit mengingatkanku akan kota Ambon. Kecil, padat, penuh dengan bangunan-bangunan tua. Hanya yang membuat beda, si jembatan Ampera yang konon katanya adalah Golden Gate tanah Sumatera hahaha.
Anyhow, aku ingin memaparkan perihal petualangan ku dengan papo di Palembang!
Seperti yang sering aku ketikan, setiap tempat punya cerita tak terkecuali Palembang ini.
Dimulai dari 2 hari sebelum hari keberangkatan (Kamis, 18 September 2014). Dini hari, aku menerima sms dari LION AIR yang mengatakan ...
Yth. Penumpang Lion Air rute Jakarta Palembang tgl 18 September JT348 jam 21.00 DIMAJUKAN menjadi JT842 jam 18.40. Info hub call center 021 3798000. Terima kasih##!!!BHDIHAVUGBGV@^#%*&Y(*&!^!!!!!
LION oh LION,
masalahnya adalaaah... 18.40 itu aku dan papo baru saja tiba di Jakarta dari kota masing-masing. Rencana awalnya, kami berangkat jam 21.00 dari Jakarta ke Palembang.
Sedihnya. Alhasil, aku ditolong tante Retty untuk ngurusin ke kantor LION air, I did not have much time for this fuss. Urusan kerjaan saja sudah membuat mumet, menghisap segala jiwa dan raga, ditambah satu masalah baru hahaha.
Untungya, penanggulangan dini. Kami akhirnya dapat tiket Jakarta Palembang Jumat pagi, pukul 9.00 diberitakan tiba di Palembang pukul 10.00 pagi. Ini alamat bakal telat untuk pemberkatan nikah pukul 11.00 jika kami ke hotel dulu. Kami putuskan untuk langsung dari airport meluncur ke Gereja untuk pemberkatan.
nikah. Sudah lumayan tegang gara-gara asap vulkanik dari gunung Slamet, takut kalau-kalau harus terjebak di Cengkareng. Untungnya, bisa berangkat on time, telat-telat dikit. Tibanya sudah pukul 10.30 pagi. Kami pun langsung meluncur ke Gereja. Tercatat dalam sejarah, Chendani dan papanyake pemberkatan pernikahan dengan sendal jepit (ganti sepatu di depan pintu gerbang), lengkap dengan ransel masing-masing. Tapi, tenang. Kami sudah berpakaian rapi nan harum. Jadi, WOnya nggak kirain kami adalah wedding crasher hahaha
Namanya pemberkatan pernikahan selalu mengharu biru. Tapi, perlu saya infokan bahwa kali ini agk anti klimaks. Karena tidak didukung oleh koor yang bagus (maaf...). Tidak diberikan waktu untuk applause (seperti announcement, husband and wife, nor the wedding kiss in the church). Yang terjadi, ya begitu saja. Namun, senang... bisa menjadi saksi dua orang itu saling bertukar janji untuk setia dan saling mendampingi. Big moment indeed.
Malamnya, resepsi pernikahan dilangsungkan di Hotel Horison Ultimo. Sepupuku itu pasangan pertama yang melangsungkan pernikahannya, bahkan hotel itu sendiri belum grand opening. Untuk dekorasi panggung, bener-bener cantik ala winter wonderland, namun sayang panggungnya masih belum dilapisi karpet. Cuma lapisan plastik yang diselotip seadanya. Agak horror. Oh iya, belum aku sebut kalau aku impress sama koko fotografernya? Koko fotografernya ganteng! Dan, cara dia ngambil gambar persis seperti bayangan. Nggak mengerumuni, invisible, dan dia himbau teamnya juga dengan cermat. Jadi, ketika sepupu saya tukar cincin, kita melihat mereka berdua, bukan punggung fotografer.
Belum selesai bercerita soal resepsi. Malam itu, aku kebetulan duduk dengan sepupu-sepupu gila. Mulai dari lipsync ala-ala westlife, minum wine satu botol hanya bertiga, sampai foto-foto gila. And in the end, I ended up dapat tiket gratis pulang pergi Jakarta Palembang!! hahahahahahaahaha...
Lumayan lah naik Garuda... Pertanyaannya, kapan pakenya ya??
Pernikahan seperti ini adalah juga temu kangen keluarga. Kami dari berbagai macam daerah akhirnya bisa kumpul. Saudara mama semuanya hadir kecuali om yang di Jepang. Yang lain, semuanya lengkap kap kap (om nomor 11 diwakili istri dan anak sulungnya, dari mama sebagai tante nomor 7 diwakili aku dan papo). Sepupu-sepupu tidak semuanya kumpul. Sepupu dari Singapore dan Jakarta tak dapat hadir, tapi cukuplah untuk menggila. The highlight of the night is the Party after the Party. Total dalam kamar itu 16 orang. Ditemani beer, wine, dan kacang. Bisa dibayankan sebising apakah itu. Dihibur dengan nyanyian merdu "Tokyo Love Story" oleh the one and only dr. Notinas Horas. #jiaaahhh
Keesokan harinya, kami pindah hotel ke hotel Sandjaja, old school hotel yang sedikit horror? Anyhow, aku dan papa memutuskan untuk berpetualang sendiri Siang itu. Perlu diketahui, tiap travel berdua dengan papo, pasti harus ada sesi jalan-jalan kakinya. Termasuk yang di Palembang ini. Semuanya tidak direncanakan. Kami hanya ingin mencari Empek-empek yang konon katanya terkenal dari Palembang. Ketika kami tanya ke resepsionis, mereka bilang ada di dekat sini, bisa jalan kaki saja. Dan kami jalan kaki.
CANDY. Kami memesan Empek-empek dan Pindang Iga (bukan ikan). Nikmatnyaaa (ala upin ipin). Apalagi saat itu, kita bener-bener lapar dan teler (kurang tidur. read). Alhasil, begitu perut terisi, ngintip dan beli oleh-oleh, kami pulangnya langsung tidur cantik sampai pukul 18.00. Malamnya, kami ikut rombongan yang belum ke sungai Musi. Kami ke sana, makan lagi-lagi pindang. Kali ini kami mencoba pindang ikan baung. Overall, okelah. Tapi, untuk kembali ke Palembang? Pikir-pikir lagi. hehehehe
Selepas makan malam, kami merayakan ulang tahun dari Sicim dan Tuaku (nahloh bingung kan..) Sicim itu untuk iparnya mama, urutan ke-empat (itung dari hanya anak laki-laki, saya sih harusnya manggilnya sikim, karena maternal). Tuaku itu panggilan untuk saudara mama tertua yang laki-laki. Anywayyy. Sepupu tertua beli 3 kue. Dan lainnya bawa makanan2 juga, jadilah party in the pool side. TIdak ketinggalan foto-foto gaya ajaib sebelum saying good bye.
Love love love...
Pertanyaannya... kapan lagi bisa kumpul2 begini? Biasanya reunian keluarga besar itu pas nikahan atau kematian. Tapi, lebih mau pas happy2 dong. Nah pertanyaan berikutnya; who's next?
CVB